Tags

, , , , , , , , , , , ,

14319173468811

MAIN CAST :

CHO KYUHYUN, KWON YURI, CHOI SIWON

OTHER CAST:

IM YOONA, PARK JUNG SOO, SUHO (EXO), JESSICA JUNG

CATEGORIES :

ROMANCE, SAD, ACTION, AU

LENGHT :

CHAPTER

RATING :

PG-19, NC

 

Musim panas, Seoul 1996

 

Seoul, Kawasan Elit Real Estate

 

Suara desahan terdengar samar-samar didalam sebuah kamar di paviliun disalah saru rumah gedung dikawasan elit kota Seoul malam itu.

Suara dengung serangga diluar paviliun itu mengalahkan suara-suara erotis yang terjadi didalam kamar tersebut.

 

Kwon Ok Jin mengangkat tubuh atletisnya yang polos dari atas tubuh mulus seorang wanita muda yang luar biasa cantiknya. Tubuh keduanya licin oleh peluh akibat dari percintaan panas yang baru saja keduanya lewati.

 

Kwang Hee Young mengangkat tubuh polosnya dan duduk bersandar pada sandaran ranjang sambil menatap Ok Jin memasang celana jeansnya. Wajahnya yang sangat cantik dengan kulit putih mulus dan bibir merah merekah tampak mengatur napasnya yang masih memburu. Dia menjilat ujung bibirnya yang terasa sebal karena lumatan bibir pria tampan didepannya barusan.

 

“Tinggallah sampai pagi, sayang,” rengeknya dengan serak.

 

Ok Jin menoleh dan tersenyum lebar. Dia menatap Hee Young yang bersandar diselubungi selimut dengan rambut panjang berantakan persis seperti dewi kesenangan, sesuai dengan arti namanya.

 

Wanita itu mewakili seluruh kesenangan duniawi. Wajah yang cantik bagai boneka tak berdosa dipadu dengan tubuh yang menggiurkan ciptaan dari iblis yang mampu meruntuhkan pertahanan pria manapun. Hee Young juga merupakan wanita kaya.

 

Ok Jin teringat kata-kata isterinya. “Kau bermain dengan maut…dia isteri dari seorang mafia…” Ok Jin mendengus dalam hati. Apa lagi yang bisa dilakukan mafia tua itu? remehnya dalam hati.

 

Ok Jin berjalan mendekati ranjang, menekuk lututnya ditepi ranjang dan mencium dengan keras sepasang  bibir yang terbuka itu.

 

“Aku mesti pulang…besok malam kita bertemu lagi,” senyum Ok Jin.

 

Hee Yeong mengerang nikmat ketika bibir Ok Jin menggoda lehernya. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa dibalik lubang kunci yang kecil itu ada sebuah kepala kecil berambut hitam menatap itu semua dari dengan wajah dingin dan mata berapi. Tangannya terkepal keras didinding pintu. Tatapan matanya sama sekali tidak lepas menatap bagaimana pria tampan itu melepaskan bibirnya dari tubuh ibunya dan menghilang dari jendela yang terbuka. Bibir anak lelaki itu mendesis jijik dengan satu kata. “Eomma.” Setelah itu menjauhkan dirinya dari pintu itu, memutar tubuhnya dan berlari memasuki gedung utama rumah mewah itu.

 

Distrik Seongbuk, Seoul.

 

Gadis kecil itu mengompres wajah ibunya yang penuh lebam itu sambil terisak-isak. Saat itu ibunya dalam keadaan pingsan setelah ayunan tinju ayahnya mengenai wajah lembut ibunya. Dia khawatir sekali dan ketakutan jika menemukan sesuatu yang salah pada wajah itu. Maka ketika dia mengompres, jari-jarinya yang mungil meraba wajah Kim Yoora. Merasai tiap tulang yang berada dibawah kulit wajah itu.

 

“Eomma…sadarlah..” isaknya tertahan. Dia bersyukur bahwa tulang wajah ibunya tidak ada yang rusak. Hanya lebam diluar.

 

Kim Yoora merasakan dingin disekitar wajahnya yang berdenyut. Dia membuka matanya dan mendapati anaknya tengah menangis tanpa suara seraya mengompres wajahnya.

 

“Yuri…anakku…” Kim Yoora mendesah lemah. Tangannya terangkat membelai wajah cantik tak berdosa itu. Menghapus aliran airmata yang mengalir dari sepasang mata bening itu.

 

Anak kecil yang bernama Yuri itu berseru girang melihat ibunya telah siuman. Digenggamnya jemari kurus itu dan diciuminya berkali-kali jari-jemari itu.

 

“Eomma sudah sadar?” Gadis kecil itu masih sanggup menunjukkan senyumnya dibalik kesedihannya membuat hati Kim Yoora sangat perih.

 

“Kemana appamu? Kau tidak terluka olehnyakan? ” tanya Kim Yoora cemas. Dia berusaha bangkit duduk namun dengan tegas khas anak 7 tahun, Yuri menahan gerakannya.

 

Bola mata Kim Yoora membelalak. Dalam pikirannya bagaimana bisa seorang anak berusia 7 tahun menahah tubuh orang dewasa. Apalagi dia terkejut bagaimana anaknya memeluk lengannya yang terlalu kurus.

 

“Ayo kita pergi Eomma…tinggalkan saja appa yang kejam itu,” cetus Yuri mengagetkan Kim Yoora.

 

Dengan gerakan cepat dia mencelat duduk dan merangkum wajah anaknya. “Kenapa kau bicara begitu? Tidak baik anakku”, tegur Kim Yoora meskipun dadanya bergejolak mendengar kalimat anaknya.

 

Alis Yuri berkerut tidak puas melihat reaksi ibunya. “Mengapa? Mengapa aku tidak boleh berkata begitu? Eomma bisa meninggal jika terus-terusan dipukuli appa. Jika itu terjadi aku juga akan mati Eomma,” ucapan polos Yuri membuat luka dihati Kim Yoora bertambah.

 

Dipeluknya tubuh mungil itu dengan penuh kasih. “Huss…jangan bicara begitu. Eomma bisa bertahan sayang asalkan Appamu tidak melukaimu,” bisik Kim Yoora diatas kepala Yuri.

 

Yuri memeluk pinggang Kim Yoora. Dia tidak mengerti bagaimana bisa ibunya bertahan disamping ayahnya yang memperlakukannya begitu jahatnya.

 

Kim Yoora membelai sepanjang rambut milik Yuri yang panjang. Mereka berdua hanya saling berpelukan sehingga menjadi terlonjak kaget ketika pintu masuk rumah seperti dibuka dengan cara ditendang kasar.

 

Kim Yoora mengangkat wajahnya dan mendapati Ok Jin memasuki rumah dengan wajah keruh. Tanpa memperdulikan bahwa anak dan istrinya berpelukan dengan wajah bekas-bekas airmata, Ok Jin melewati mereka dengan acuh tak acuh.

 

“Siapkan pakaian kalian! Kita akan meninggalkan Seoul malam ini juga,” perintahnya pada Kim Yoora dan Yuri tanpa menoleh.

 

Kim Yoora meminta Yuri untuk melepaskan pelukan darinya. “Tunggu disini. Aku akan bicara dengan Appamu,” dia bergerak meninggalkan Yuri dan menyusul Ok Jin yang berada di kamar.

 

“Apa yang membuat kita harus pergi…,” kalimat Kim Yoora mengambang diudara ketika dia melihat Ok Jin meletakkan banyak tumpukan ikatan lembaran uang bermata uang Dollar dan Won diatas tempat tidur. Beberapa credit card dan buku tabungan berserakan disamping tumpukan uang itu. Belum lagi perhiasan-perhiasan mahal yang bertumpuk dalam satu kotak berukuran sedang.

 

Kim Yoora merasa lututnya lemas melihat itu semua. Dengan gemetar dia mendekati Ok Jin. “Ok Jin, dari…dari mana semua barang ini,” seru Kim Yoora disamping Ok Jin.

 

Sambil mengemasi barang-barang itu Ok Jin berkata singkat. “Jangan banyak tanya.”

 

Kim Yoora memegang lengan Ok Jin. “Jawab aku! Dari mana semua ini suamiku? Kau tidak mencurinyakan?”

 

Mendengar perkataan Kim Yoora, Ok Jin menoleh dan mendorong bahu isterinya dengan kasar. “Tutup mulutmu! Jangan pernah ingin tahu! Masih untung aku masih ingin membawamu bersama anak itu! Cepat berkemas,” Ok Jin membuang muka dan membelakangi Kim Yoora.

 

Kim Yoora mundur dengan terisak. Ditatapnya punggung Ok Jin yang lebar. Dia tidak pernah tahu sejak kapan pria itu berubah seperti sekarang. Dia mulai memikirkan perkataan putrinya untuk meninggalkan Ok Jin. Dia memutar tubuhnya saat didengarnya suara dingin pria itu.

 

“Jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku!”

 

***

Sementara itu dikamar paviliun yang ditinggalkan oleh Ok Jin telah terjadi hal yang sangat luar biasa. Hee Young yang masih bergelut dengan selimut dikejutkan oleh pintu kamarnya yang didobrak oleh orang. Dia segera duduk tegak dan menarik selimutnya hingga keleher ketika melihat beberapa orang pria besar tinggi dalam setelan jas hitam menerobos masuk kekamarnya.

 

“Apa yang kalian lakukan disini! Keluar! Aku akan memanggil Tuan Besar!! ” teriak Hee Young marah.

 

Keempat pria berjas itu berdiri dengan teratur didepan ranjang Hee Young yang kusut. Mereka tidak menjawab apapun melainkan bergerak kekiri kanan untuk memberi jalan pada seseorang yang suaranya lebih dulu muncul.

 

“Aku yang menyuruh mereka kemari Hee Young.”

 

Hee Young memandang pada pria setengah tua yang memasuki kamarnya dengan gagah dalam setelan jas hitamnya yang mengilat. Suara tongkatnya mengetuk lantai marmer dikamar itu yang membuat Hee Young merinding. Pria itu memang sudah tampak tua namun tubuhnya masih begitu tegap dan kokoh meski sebelah kakinya yang pincang ditopang dengan sebatang tongkat pilihan.

 

Wajah Hee Young memucat ketika bertatapan dengan sepasang mata pria itu yang kini telah berdiri didepan ranjangnya. Tapi dia berusaha menanangkan jantungnya dan mencengkram erat selimutnya.

 

“Sayangku….tapi mereka bisa mengetuk pintu kamarku…”

 

“Kamar ini penuh dengan bau sex,” potong pria tua itu dengan dingin.

 

Hee Young semakin kencang mencengkram selimutnya. Dia membelalak menatap suaminya.

 

“Suamiku…aku..”

 

“Sebut namaku!”

 

Hee Young menelan ludah dengan susah payah. “Chung Ho…aku…”

 

“Pria simpananmu itu telah banyak mencuri harta milikku!”

 

Hee Young terdiam. Pria yang bernama Chung Ho itu menjadi sangat menyeramkan dimata Hee Young. Ada senyum jahat diwajah yang mulai menua itu. Hee Young melihat suaminya menggerakkan tongkat kearahnya. Dia memejamkan matanya dengan ngeri.

 

Sebuah ujung tongkat yang dingin menyentuh tenggorokannya. “Kwon Ok Jin! Dia bukan hanya mencuri hartaku darimu tapi dia juga mencuri isteriku! Kau tahu apa yang akan terjadi pada dirinyakan?” Suara Chung Ho mendesis ditelinga Hee Young.

 

Didalam benak Hee Young penuh pertanyaan. Mencuri? Ok Jin mencuri dariku? Dia teringat bagaimana dia kehilangan beberapa buku tabungannya serta credit card. Perhiasannya juga didapatinya lenyap sedikit demi sedikit. Ok Jin merampokku!! Hee Young panik. Ketika mereka bercinta kadang Ok Jin sering menanyakan kode rekening serta password credit cardnya. Bahkan dengan gurauan dia mengatakan bahwa dia mengetahui nomor sandi brankas milik suaminya pada Ok Jin dan menyebutkannya pada Ok Jin.

 

Terdengar suara dengusan Chung Ho. “Kau sudah sadar? Kau bukan hanya menjadi wanita rendahan yang tidur dengan pekerja bangunan itu tapi hartamupun dirampoknya! Bahkan uang didalam brankaskupun lenyap”.

 

Airmata Hee Young berlinang. Rasanya dia tidak percaya Ok Jin berkhianat padanya. Tekanan ujung tongkat pada tenggorakannya makin terasa kuat.

 

“Kau bisa melihatnya di CCTV bagaimana bajingan itu merampokmu tiap kali dia menidurimu!” Chung Ho memalingkan wajahnya memberi isyarat agar salah satu anak buahnya memutar rekaman CCTV pada sambungan usb pada televisi dikamar Hee Young.

 

Airmata Hee Young mengalir deras ketika rekaman CCTV itu dilihatnya bagaimana ketika dia tertidur, Ok Jin menggeledah isi lemarinya dan mengantongi buku tabungan dan credit card serta beberapa perhiasan pilihannya. Bahkan CCTV berhasil merekam bagaimana pria itu menyelinap kedalam brankas Chung Ho dan membobolnya. Mengambil semua lembaran Dollar dan Won yang ada disana. Dan itu adalah setelah percintaan mereka beberapa jam yang lalu.

 

Hee Young merasakan tekanan pada tenggorakannya terlepas. Dia memegang lehernya dan melihat Chung Ho dengan memelas. Dia memegang lengan pria itu tanpa peduli bagaimana selimutnya telah terlepas sehingga payudaranya tersembul membuat para anak buah mafia besar itu membuang muka.

 

“Suamiku…maafkan aku…tolong maafkan aku…” Hee Young tersedu sedan.

 

Chung Ho menatap wanita yang memeluk lengannya dengan jijik. Dengan kasar dia menolak tubuh yang melekat di lengannya itu.

 

“Keluar dari rumah ini! Sekarang juga! Jangan membawa apapun dari rumah ini! Sekarang!” Chung Ho membentak dan berbalik meninggalkan ruangan itu diikuti para pria berjas hitam itu. “Awasi dia keluar dari rumah ini tanpa membawa benda apapun kecuali pakaian yang dikenakannya.”

 

Hee Young menangis mendengar dia usir dari rumah gedung itu tanpa membawa harta apapun. Dia miskin seketika apalagi mengingat bagaimana Ok Jin telah mengambil semua harta miliknya. Dia mengangkat wajahnya dan melihat anak lelaki 10 tahun yang berdiri menatapnya dengan tajam. Anak lelaki satu-satunya. Dia menggapai anak lelaki itu agar mendekatinya.

 

“Anakku…kemarilah..mari ikut eomma…” bagi Hee Young anaknyalah tempat pijakan terakhirnya. Dia berharap anak lelaki itu tidak menolaknya.

 

Anak lelaki itu mundur selangkah dan menggeleng. “Tidak! Kau bukan eommaku!” Setelah itu dia berlari meninggalkan Hee Young dengan menyisakan tatapan matanya yang merendahkan pada wanita yang kini terlihat begitu mengenaskan.

 

Hee Young merasakan dirinya begitu hancur malam itu. Dirinya sudah sangat kehilangan pegangan. Anaknya telah menolaknya. Dengan liar matanya mencari disekitar ruangan dan menemukan seutas tali dari sutra untuk mengikat pinggang sebuah gaun. Dia turun dari ranjang dan meraih benda itu.

 

Sejam kemudian seorang dari anak buah Chung Ho memasuki kamar Hee Young dan dia menemukan wanita cantik itu telah gantung diri tiang pembatas kamar mandi dalam keadaan tanpa busana. Dengan tenang dia melaporkan hal itu pada Chung Ho yang telah bersiap-siap dengan setelan jasnya.

 

Dia mendengar laporan anak buahnya dan menatap wajah pucat anak lelaki 10 tahun itu. Dia mendekati anaknya dan memegang bahu kecil itu.

 

“Eommamu sudah mati. Kini kau hanya hidup bersamaku…aku tidak mau ada lagi pengkhiatan darimu karena kau yang akan menjadi penerusku. Kau dengar itu?” Ucapan Chung Ho begitu tegas dan keras bagi anak lelaki itu.

 

Dia begitu kagum pada ayahnya selama ini. Dia salut akan kesabaran ayahnya untuk menangkap basah perbuatan ibunya yang selama ini berbohong bersama pria yang dilihatnya melalui lubang kunci. Kini mendengar dia akan menjadi penerus ayahnya melampaui para kakak-kakak laki-lakinya, menimbulkan rasa setianya pada ayahnya. Dia mengangguk cepat membuat Chung Ho terbahak. Dimata anak lelaki itu dia menemukan dirinya.

 

“Ikut aku menemukan bajingan itu. Dia yang membuat eommamu mengkhianatiku dan akhirnya dia gantung diri.” Diraihnya lengan anak itu. Pada asistennya dia berkata. “Laporkan pada polisi kematian Hee Young sehingga tidak menimbulkan kecurigaan pada kelompok kita. Dan siapkan pasporku dan anakku. Urus visa kami berdua. Setelah aku membereskan pria itu aku ingin semuanya telah siap.”

 

***

 

Yuri mengintip dari jendela dan melihat banyaknya mobil yang berhenti didepan mereka. Dia segera menuruni jendela dan berlari memasuki kamar ayah dan ibunya.

 

“Eomma…ada banyak mobil didepan rumah kita..begitu juga dengan orang yang memakai baju serba hitam keluar dari mobil,” seru Yuri cepat.

 

Kim Yoora menghentikan kegiatannya mengemasi pakaian dan memandang Ok Jin yang terdiam. Pria itu mengumpat keras.

 

“Sialan! Wanita itu pastinya!”

 

Suara gedoran pada pintu rumah mereka terdengar keras. Tak lama terdengar suara dobrakan pintu itu berikut langkah-langkah kaki memasuki rumah.

 

“Kwon Ok Jin! Keluarlah!.”teriak salah satu dari orang yang masuk.

 

Ok Jin berpandangan dengan Kim Yoora. Dia cepat memakai ranselnya yang berisi barang curiannya.

 

Suara langkah kaki menuju kamar mereka. Dengan cepat Kim Yoora mendorong Yuri agar bersembunyi didalam lemari pakaian. Dengan berbisik tegang, Kim Yoora berkata pada Yuri yang terbelalak. Tangannya memegang erat lengan ibunya.

 

“Eomma…”

 

“Jangan bersuara anakku..apapun yang terjadi jangan keluarkan suaramu…”

 

Baru saja Kim Yoora menutup pintu lemari, terdengar suara bentakan dan pukulan didalam kamar itu. Dia melihat bagaimana suaminya menjadi sasaran pukulan dari para pria berjas itu.

 

Kim Yoora dapat melihat seorang pria separuh baya yang berdiri dengan sebuah tongkat bersama seorang anak lelaki menonton bagaimana Ok Jin menjadi bulan-bulanan.

 

Kim Yoora menahan jeritannya ketika melihat sebuah pisau diayunkan seorang pria kearah dada Ok Jin. Entah kekuatan dari mana, kakinya berlari cepat kearah mata pisau itu.

 

Yuri yang berada didalam lemari dapat melihat itu semua dari celah lemari. Dia menutup mulutnya menahan jeritannya ketika melihat bagaimana ibunya berdiri diantara ayahnya dan pria berjas hitam itu.

 

“CESSS!!!!”

 

Yuri berusaha mendorong pintu lemari yang ternyata terkunci. Suaranya hilang seketika saat melihat bagaimana darah mengucur dari dada ibunya. Bagaimana ibunya jatuh dilantai bagai bunga kering. Airmatanya mengalir deras sementara jeritannya tertelan begitu saja.

 

Pria yang memegang pisau itu terkejut ketika sasarannya justru mengenai isteri dari Ok Jin. Dia tidak bisa lagi mencegah laju tangannya. Para pria itu terpaku melihat Kim Yoora yang tergeletak dengan berlumuran darah.

 

Ok Jin sendiri terguncang melihat Kim Yoora menyelematkannya. Hatinya mencelos saat menyadari tidak ada gerakan dari Kim Yoora. Lalu dia juga melihat kelompok mafia itu terdiam melihat kesalahan mereka. Ok Jin mengambil kesempatan itu membuka lebar jendela kamarnya dan melompat lari dari tempat itu.

 

Para pria itu dan Chung Ho baru menyadari Ok Jin yang kabur. Dengan membentak Chung Ho berkata pada para anak buahnya. “Kejar bajingan itu!!” Perintahnya dan langsung para pria itu berlari keluar.

 

Chung Ho mendekati tubuh Kim Yoora yang tak bergerak. Dia menghela napas sebelum meninggalkan rumah itu. “Wanita malang.”

 

Yuri melihat dengan jelas pria itu bersama anak lelaki yang mendekati ibunya. Yuri menangis sejadi-jadinya didalam lemari itu menatap ibunya yang tergeletak diam bersimbah darah dan melihat bagaimana ayahnya kabur meninggalkan ibunya. Dia berusaha membuka lemari pakaian itu namun tenaganya sudah hampir habis. Suaranya hilang akibat trauma yang dialaminya. Dia cuma bisa memandang mata ibunya yang tertutup dari celah lemari itu.

 

1 jam kemudian

 

Suara sirene mobil polisi memasuki kawasan pemukiman itu dan berhenti pada sebuah rumah kecil yang kini telah dipenuhi orang.

 

Sebuah mobil sedan berhenti tepat di pekarangan mungil itu dan keluarlah dua orang detektif muda. Seorang petugas polisi mendatangi dua orang detektif itu.

 

“Detektif Cho, ada seorang mayat wanita muda didalam kamar tidur dengan luka tusukan didadanya. Sepertinya terjadi perkelahian didalam kamar itu karena semua barang sangat berantakan. Pintu rumah juga terlihat dirusak.”

 

Detektif Cho Myung Dae memasuki TKP bersama rekan detektifnya, Park Young Jae. Mereka melihat seorang wanita muda tergeletak dilantai dengan posisi tidak tersentuh.

 

Myung Dae berjongkok disamping seorang Dokter dari Divisi Kriminal yang tengah memeriksa waktu kematian wanita itu.

 

“Kapan?”tanyanya pendek.

 

“Perkiraan kematian 1 jam yang lalu,” sahut Dr. Jang Kyung Bok.

 

Myung Dae menatap korban pembunuhan itu. “Begitu muda? Mengapa dibunuh? Apakah dia sudah menikah?”gumamnya.

 

“Harusnya begitu. Ada foto keluarga diruang depan. Seorang suami dan anak perempuan yang cantik,” jawab Park Young Hae sambil membawa potret keluarga Kwon.

 

Myung Dae berdiri dan menatap potret keluarga kecil itu. “Dimana suami dan anaknya?”tanya Myung Dae bingung.

 

“Kami menemukan tetesan darah dibawah jendela!”seru seorang petugas polisi.

 

Myung Dae dan Young Hae menuju tetesan darah yang mengering itu. Mereka melihat tetesan serupa terdapat dijendela. Lalu mereka mempelajari situasi kamar. Tampak beberapa tas berisikan pakaian terletak ditengah ruangan.

 

“Sepertinya keluarga ini berencana bepergian jauh,” ucap Young Hae pada Myung Dae.

 

Myung Dae berdiri tegak. Secara insting detektifnya ini adalah kasus pembunuhan serius. “Periksa seluruh isi rumah ini. Geledah tiap lemari dan sudut-sudut rumah,” perintahnya.

 

Semua bergerak cepat. Ketika pintu lemari dibuka mereka berseru kaget melihat seorang anak perempuan berada didalam sana dalam keadaan pucat dan menggigil.

 

“Ada anak perempuan disini!!”seru mereka.

 

Myung Dae dan Young Hae segera menuju lemari tersebut dan melihat anak perempuan yang berada didalam potret.

 

Young Hae mencoba meraih Yuri namun gadis kecil itu semakin mengkerutkan tubuhnya kesudut lemari. Young Hae menoleh Myung Dae.

 

“Dia begitu ketakutan. Kurasa dia mengalami trauma. Sepertinya dialah satu-satunya yang menyaksikan ibunya meninggal,” jelas Young Hae.

 

Myung Dae mendekati lemari dan melihat bagaimana anak perempuan itu begitu ketakutan. Dia jadi teringat anak lelaki dirumahnya. Dia dapat menaksir bahwa usia mereka tidak beda jauh. Timbul rasa iba dihati Myung Dae.

 

“Kemarilah nak. Aku tidak akan membuatmu takut,” Myung Dae berkata halus. Dia memberi tanda agar dari divisi otopsi langsung membungkus mayat ibu anak perempuan itu.

 

Yuri menatap tangan yang terulur itu. Tangan yang putih dan besar. Tangan itu mengingatkan tangan ayahnya yang selalu memukuli ibunya. Dia menatap tangan itu dengan takut.

 

Myung Dae sudah sangat profesional dalam bidangnya. Dalam sekali pandang dia tahu bahwa anak perempuan itu takut pada telapak tangannya. Dia maju kedalam lemari dan menjulurkan tangannya pada anak itu dan benar saja, anak itu memejamkan mata karena ketakutan.

 

Myung Dae mengusap lembut kepala Yuri. Yuri tersentak namun dia tidak meronta karena merasakan kelembutan tangan itu di kepalanya. Telapak tangan itu hangat tidak terkesan dingin seperti milik ayahnya.

 

“Kemarilah..ikut aku keluar dari lemari itu,nak,” bujuk Myung Dae dan dengan patuh Yuri menyambut uluran tangan Myung Dae.

 

Myung Dae menggendong Yuri dan bersyukur bahwa mayat ibu anak itu telah dialihkan. Rumah keluarga Kwon segera ditutup garis kuning dari polisi dan akan segera diselidiki. Sementara Myung Dae dan Young Hae membawa Yuri kedalam mobilnya.

 

Young Hae menanyakan nama gadis cilik itu namun anak perempuan itu sama sekali tidak membuka mulutnya melainkan mengambil pen yang ada disakunya. Tampak anak itu mencoret ditelapak tangannya dan menunjukkannya pada Young Hae.

 

KWON YURI

 

Myung Dae dan Young Hae bertukar pandang. “Dia tidak bisa bicara,”kata Young Hae.

 

Myung Dae menatap anak perempuan bernama Yuri itu. Tampak anak itu menangkupkan tangannya yang mungil dengan erat.

 

“Dia bukan tidak bisa bicara..dia hanya tidak mau bersuara,” Myung Dae merasa dia bisa membaca isi hati anak perempuan itu. Ketika sepasang mata indah itu menatapnya dengan setuju, dia memutuskan ingin melindungi anak perempuan itu.

 

Telepon Young Hae berdering. Dia menyimak dengan serius. Kemudian dia menatap Myung Dae. “Dikediaman Chung Hoo dilaporkan telah ditemukan isteri keduanya meninggal gantung diri.”

 

***

 

Myung Dae mengajak Yuri memasuki rumahnya dan disambut oleh isteri dan anak lelakinya, Cho Kyuhyun.

 

Kang Min Jee menyambut suaminya dengan senyum dan menatap anak perempuan yang digandeng suaminya.

 

“Suamiku…siapakah anak perempuan cantik ini,” tanya Min Jee heran bercampur kagum melihat kecantikan Yuri yang masih polos.

 

Myung Dae menatap Yuri yang tampak menggenggam erat tangannya. “Ini Yuri. Dia anak korban yang sedang kami selidiki. Ibunya mati terbunuh dan ayahnya menghilang entah dimana. Dia kami temukan bersembunyi didalam lemari pakaian.”

 

Min Jee mendekati Yuri yang segera bersembunyi dibalik tubuh Myung Dae yang tinggi.

 

“Pelan-pelan. Dia mengalami trauma hebat. Dia tidak mau berbicara dengan siapapun,” terang Myung Dae.

 

Min Jee terlihat kecewa. “Apakah aku menakutkan baginya?” Ditatapnya Yuri yang tampak pucat.

 

Myung Dae tersenyum. Dia berjongkok menatap Yuri. “Yuri-ah..jangan takut..dia isteriku..dia suka padamu dan akan mengurusmu seperti anak sendiri,” dia menatap Min Jee yang tersenyum lebar. “Apakah boleh dia disini, isteriku?”

 

Min Jee mendekati Yuri yang tetap mencengkram kaki celana Myung Dae. Dia melirik suaminya. “Aku jatuh cinta padanya. Kurasa dia bisa menjadi teman bermain Kyu,” dia menoleh pada anak lelaki berusia 8 tahun yang menatap anak perempuan itu tanpa berkedip.

 

“Kemarilah Yuri-ah…kau aman disini,” senyum Min Jee mengulurkan tangannya pada Yuri.

 

Yuri menatap uluran tangan itu dan perlahan melepaskan cengkramannya pada Myung Dae. Dia masuk dalam pelukan hangat Min Jee dan memeluk leher wanita itu.

 

“Ooh anak manis…kasihan sekali kau..ayo makan didalam..kau pasti lapar sekali,” Min Jee menggandeng Yuri menuju kedalam. Dia menggapai Kyuhyun agar ikut bersamanya.

 

“Ayo kita temani Yuri-ah makan, Kyuhyun-ah.”

 

Saat itu dua pasang mata bertemu. Anak lelaki dan anak perempuan itu bertatapan dengan lekat. Bagi keduanya kelak mereka akan begitu saling membutuhkan satu sama lain.

 

Ketika selesai makan dan Yuri telah berganti pakaian bersih dengan meminjam piyamanya,Kyuhyun memasuki kamar gadis cilik itu.

 

Yuri memandang anak lelaki Myung Dae berdiri diambang pintu. Sambil mandi tadi Ahjuma Min Jee berkata bahwa dia harus memanggil Oppa pada anak lelaki itu.

 

Kyuhyun melangkah ragu kedalam kamar. Dia suka sekali melihat rambut panjang anak perempuan itu.

 

“Anneyeonghaseyo…namaku Cho Kyuhyun. Namamu?” Kyuhyun mengulurkan tangannya.

 

Lama Yuri menatap tangan putih yang terulur didepannya. Dia bergerak mengeluarkan pen merah dan kertas dari saku piyamanya. Dia menuliskan namanya dengan huruf besar-besar. Kemudian ditunjukkannya didepan wajah Kyuhyun.

 

Kyuhyun memajukan wajahnya. Dia mengeja nama Yuri dengan lantang. “YURI!! AKU KYUHYUN!,” Dia mengira kalau Yuri tuli maka dia bersuara dengan keras di telinga anak perempuan itu.

 

Yuri tertawa dan menulis bahwa dia tidak tuli. Dia hanya tidak mau bicara. Kyuhyun membaca itu dan menatap heran. “Mengapa?”

 

Yuri menggeleng keras. Kemudian Kyuhyun menyambar tangannya dan menggenggamnya erat. “Aku akan membuatmu bicara lagi, Yuri-ah.”

 

Yuri tersenyum dan merasakan telapak tangan anak lelaki itu begitu hangat. Nantu dia akan merasakan bahwa kehangatan telapak tangan itu tidak berubah sama sekali hingga bertahun-tahun kelak.

 

To be continue ^^

 note : always be leave a comment yaa readers…love dindin ^^